Sepatu sudah menjadi penunjang gaya seseorang. Tapi, tahukah Anda tren sepatu ternyata dipengaruhi oleh keadaan ekonomi?
Coba lihat gambaran ini. Pada 1920-an, sepatu bertumit rendah adalah pembuka jalan bagi tren high heels selama terjadinya Great Depression, krisis ekonomi dunia sebelum Perang Dunia II.
Sandal mulai jarang digunakan di akhir tahun 60-an dan pada tahun 1970-an saat terjadi krisis minyak, sepatu platform kembali menghiasi majalah Vogue. Lain lagi dengan tahun 90-an, yaitu saat marak penggunaan internet. Sepatu bertumit rendah mulai tergantikan oleh high heels.
"Biasanya, ketika ekonomi tengah terpuruk, konsumen akan tetap memakai high heels. Konsumen beralih ke tren mode yang lebih flamboyan sebagai sarana berfantasi dan melarikan diri," ujar Trevor Davis, ahli konsumen produk dari International Business Machines' Global Business Services.
IBM melakukan penelitian terhadap posting di media sosial dan memprediksi bahwa ketenaran high heels akan segera digantikan oleh tren flat shoes.
"Kali ini sesuatu yang berbeda terjadi, mungkin karena penghematan jangka panjang yang membuat setiap konsumen memiliki keinginan untuk tidak tampil over dressed," ia menambahkan.
IBM menggunakan software khusus untuk memilah-milah posting di media sosial terkait tren sepatu. Responden yang dipilih mulai dari pemilik situs tentang sepatu, hingga blogger yang diakui oleh pecinta fashion.
Saat ini, toko-toko memang masih memajang high heels sebagai tren yang masih diminati. Selama 2008 hingga 2009, fashion blogger secara konsisten menulis high heels dengan tinggi tumit 12-20 cm. Namun mendekati akhir 2009 dan sesudahnya, wanita mulai jarang memakai high heels. Bahkan selama 2011, mereka ramai-ramai menuliskan tentang kembalinya kitten heel dan flat shoes dari Jimmy Choo dan Christian Louboutin.
Bukan berarti high heels akan menghilang. Sepatu tumit tinggi ini akan tetap ada untuk digunakan saat pergi ke pesta, tapi tidak lagi dikenakan saat beraktivitas di kantor atau hanya sekadar berbelanja.
Menurut IBM, penelitian ini juga menekankan bahwa kini bukan hanya produsen yang membentuk tren. Melainkan ada pengaruh dari fashion blogger yang bisa 'mencuci otak' wanita sehingga tercipta arus dalam berbusana.
Sumber: http://kosmo.vivanews.com
Please Enable JavaScript!
Mohon Aktifkan Javascript![ Enable JavaScript ]
Mohon Aktifkan Javascript![ Enable JavaScript ]
06 Desember 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar